Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Advertorial

Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi Bayu Permana Tegaskan Pelestarian Sumber Air Bentuk Warisan Leluhur

18
×

Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi Bayu Permana Tegaskan Pelestarian Sumber Air Bentuk Warisan Leluhur

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

INDVESTA.ID – Anggota DPRD Kabupaten Sukabumi dari Komisi II Fraksi PKB, Bayu Permana, menyoroti pentingnya implementasi Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelestarian Pengetahuan Tradisional dalam Pelindungan Kawasan Sumber Air, atau yang dikenal sebagai Perda Patanjala.

Perda ini baru saja disahkan setelah melalui pembahasan bersama antara DPRD dan Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Menurut Bayu, regulasi tersebut tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga bertujuan membangkitkan kembali kesadaran masyarakat terhadap fungsi kawasan hutan, khususnya dalam menjaga kelestarian sumber air.

“Selama ini masih banyak masyarakat yang belum memahami perbedaan fungsi kawasan hutan, seperti hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi. Padahal, aturan tata kelola kehutanan sudah sangat jelas di tingkat nasional,” ujar Bayu saat diwawancarai.

Bayu menegaskan bahwa Perda Patanjala tidak memuat sanksi pidana. Menurutnya, ketentuan hukum terkait perusakan lingkungan, pertambangan ilegal, dan pelanggaran tata kelola hutan telah diatur dalam regulasi nasional, seperti Peraturan Menteri Kehutanan.

“Selama aktivitas seperti pertanian, pertambangan, atau budidaya dilakukan di kawasan hutan produksi, itu tidak menjadi masalah. Persoalan muncul jika kegiatan tersebut dilakukan di kawasan hutan lindung atau konservasi,” tegasnya.

Ia juga menjelaskan bahwa kawasan konservasi seperti taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa berada di bawah pengawasan ketat pemerintah pusat. Sementara itu, hutan lindung dikelola oleh Perhutani, dan hutan produksi dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sesuai aturan yang berlaku.

Alih-alih menekankan aspek hukuman, Perda Patanjala lebih mengedepankan pendekatan edukatif berbasis budaya lokal. Bayu mengungkapkan bahwa konsep pengelolaan hutan sebenarnya telah dikenal sejak abad ke-13 melalui naskah kuno Amanat Galunggung yang ditulis pada masa Prabu Guru Darmasiksa.

“Naskah tersebut membagi kawasan hutan menjadi tiga: Leuweung Larangan (hutan konservasi), Leuweung Tutupan (hutan lindung), dan Leuweung Baladahan (hutan produksi). Perda ini ingin menghidupkan kembali pengetahuan leluhur kita agar masyarakat memahami cara memperlakukan hutan secara bijak,” jelasnya.

Bayu berharap, Perda Patanjala dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab kolektif masyarakat dalam menjaga lingkungan, terutama kawasan sumber air. Ia menekankan bahwa pelestarian alam bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat.

Terkait aktivitas di luar kawasan konservasi, termasuk pertambangan, Bayu menyatakan bahwa hal tersebut bergantung pada kebijakan perizinan dan tata ruang wilayah.

“Kalau wilayah itu memang diperuntukkan untuk tambang sesuai tata ruang, silakan saja. Tapi perlu diingat, kewenangan soal tambang bukan berada di tingkat kabupaten,” pungkasnya.

(Lukman)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *